Remaja wanita termasuk berisiko tinggi terhadap anemia (prevalensi
20-30%). Kelompok yang masih sekolah pada usia ini, jika menderita
anemia akan menurunkan kemampuan fisik dan prestasi akademik. Program
Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) kepada anak
sekolah yang dilakukan oleh pemerintah berupa pemberian suplementasi zat
besi. Namun hasil evaluasi menunjukkan program tersebut tidak selalu
berhasil didalam menurunkan prevalensi anemia. Penyebabnya adalah
penggunaan jenis suplemen yang tidak tepat dan rendahnya kepatuhan
akibat dari minimnya pengetahuan masalah anemia. Penelitian kami
sebelumnya tentang suplementasi besi-multivitamin terbukti dapat
memperbaiki proses eritropoiesis dan pengaturan deposit zat besi, yang
akhirnya dapat memperbaiki status besi (anemia). Studi lainnya tentang
program perbaikan gizi yang disertai pendidikan gizi pada anak sekolah
(PMT-AS) dapat memperbaiki pengetahuan, sikap dan praktek konsumsi
pangan. Oleh karena itu untuk meningkatkan efektifitas program
pemerintah (PPAGB) perlu dilakukan pengembangan model suplementasi dan
pendidikan gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model
penanggulangan anemia dengan membandingkan efektifitas dua alternatif
perlakuan, yaitu: 1) kombinasi suplementasi besi-multivitamin dan
pendidikan gizi, 2) suplementasi besi-multivitamin.
Desain penelitian pre/post-test, comparison of two groups intervention study
di SMA Kabupaten Bogor. Penilaian keberhasilan intervensi menggunakan
indikator prevalensi anemia (Hb) dan defisiensi simpanan besi (SF),
perubahan perilaku makan (pengetahuan, sikap, praktek) serta nilai
akademik. Penelitian dilakukan di dua SMA di Kabupaten Bogor, yaitu SMA N
1 Cibungbulang dan SMA N 1 Ciampea.
Umur siswi pada penelitian ini berkisar antara 11-18 tahun. Sebagian
besar siswi pada penelitian ini berumur 16 tahun baik di SMAN 1
Cibungbulang (42.5%) maupun di SMAN 1 Ciampea (37.5 %). Sebagian besar
siswi baik di SMAN 1 Ciampea maupun SMAN 1 Cibungbulang memiliki ayah
dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat (32.5%) dan ibu dengan
pendidikan terakhir SD (39.4%). Pekerjaan ayah siswi sebagian besar
(48.8%) adalah wiraswasta dan pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga
(85.0%). Sebagian besar siswi (79.4%) di kedua SMA memiliki jumlah
keluarga pada kisaran 5-6 orang. Uang saku siswi terbanyak berada pada
kisaran 6.000-17.000 rupiah per hari (80.6%).
Sebagian besar siswi usia menarche pada usia 12 tahun
(30.0%) dan 13 tahun (36.6%). Rata-rata usia menstruasi pertama pada
kedua SMA adalah 12,9 ± 1,0 tahun. Sebagian besar sampel menyatakan
mempunyai siklus menstruasi yang teratur. Siklus menstruasi siswi SMA di
kedua SMA relatif sama, yaitu sebagian besar (56.3%) selama 26-30 hari.
Rata-rata siklus menstruasi adalah 27.5 ± 5,1 hari. Lama menstruasi
siswi pada kedua SMA relatif sama, yaitu rata-rata 6.7 ± 1,5 hari.
Sebanyak 29.4% siswi mengalami menstruasi kurang dari 7 (tujuh) hari,
dan sebanyak 61.9% siswi antara 7-14 hari. Selama menstruasi tersebut
kebanyakan siswi tidak biasa mengkonsumsi suplemen, yaitu 87.5% di SMA N
1 Cibungbulang dan 90.0% di SMAN 1 Ciampea.
Data baseline menunjukkan kondisi kesehatan siswi di kedua SMA pada
kebanyakan siswi menyatakan mengalami sakit maag 46.9%. Sedangkan
selebihnya siswi menderita flu 28.8%, diare 3.1%, dan radang 11.9%.
Diantara ciri tersebut yang dinyatakan oleh kebanyakan siswi adalah
57.5% lemas dan 67.5% lelah. Selebihnya siswi merasa lesu 38.1%,
berkunang-kunang 28,8%, dan sering pingsan 4.4%. Distribusi keluhan
tersebut relatif sama antara kedua SMA.
Status gizi anthropometri (IMT/U) pada sebagian besar siswi SMA
berada pada kondisi normal. Namun demikian masih dijumpai sebanyak 6,3%
di SMAN1 Cibungbulang dan 3.8% di SMAN1 Ciampea mengalami gizi kurang.
Rata-rata nilai IMT/U untuk SMAN1 Cibungbulang -0,5 ± 0.9 dan SMAN1
Ciampea -0,7 ± 0.9.http://dbriawan.staff.ipb.ac.id/research/pengembangan-model-perbaikan-anemia-gizi-besi-di-sekolah-untuk-peningkatan-prestasi-akademik-siswa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar